Rabu, 04 Januari 2012

Persija

Sejarah Persija
Patah tumbuh hilang berganti. Di awal tahun 1970'an, setelah era Sinyo Aliandoe dan Sucipto "gareng" Soentoro berakhir, persija segera menemukan bintang2 baru. Iswadi Idris, Risdianto, Junaidi Abdilah mulai mekar di awal periode 70'an. Kuncinya, kontinuitas Persija menyelenggarakan kompetisi amatir. mulai dari kompetisi seniornya, remaja taruna hingga gawang. tak heran pemain berbakat pun terus bermunculan.

Dari sekian generasi di Persija, periode 70'an bisa gue bilang sebagai generasi emas Macan Kemayoran, juara 3 kali berturut-turut Liga Indonesia dari tahun 1972, 1975 hingga 1977, Persija tak tertahan tim-tim lain pada masa itu.

"Persija nyumbang 15 pemain buat timnas", kenang alm. Ronny Patinasarani salah satu legenda Persija dan TimNas Indonesia periode 70'an. PSSI pun pernah mempercayakan Persija menggantikan TimNas di piala Quoch Khan di Vietnam Selatan tahun 1973 dgn hasil juara.


BERSAING KETAT

Gaji pemain pada periode itu tak melimpah."tak seperti sekarang, gajinya besar sekali" aku Sofyan Hadi gelandang Persija dan TimNas periode 70'an yg juga pelatih Persija saat jadi juara di tahun 2001. Kala itu para pemain berkompetisi dengan dirinya sendiri agar dilirik masuk TimNas.

Persaingan inilah yang menciptakan persaingan terbuka jika Persija ketemu dengan lawan-lawan besarnya seperti Persib Bandung, PSMS Medan, Persebaya Surabaya ataupun PSM Makassar. Ke 5 tim ini selalu di sebut-sebut sebagai tim-tim legendaris Indonesia. Tidak heran tensi tinggi setiap tim-tim ini bertemu hingga sekarang, yang lebih sering di sebut sebagai partai2 klasik indonesia.

"Meski gaji pas2n, namun bermain di Persija tetap menjadi impian setiap pemain di Indonesia" kenang Risdianto bomber Persija dan TimNas periode 70'an. "Sampai sekarang pun Persija tetap menjadi tim idola para pemain" tambah Andi Lala pemain sayap Persija dan TimNas 70'an. "Kita dulu latihan dua jam, setelah itu nambah latihan sendiri-sendiri selama setengah jam, kami mampu bermain lebih dari 120 menit di dalam satu pertandingan" ujar Sofyan Hadi.

Tak heran saat Iswadi Idris Cs berjaya, Hadi Sumanto dan Dede Sulaiman hanya duduk di bangku cadangan, kala itu mereka masih junior dan baru mekar di periode 80'an di Persija dan TimNas.

"Saya termasuk pelatih yg beruntung, saya punya tim yg komplit", ujar Sinyo Aliandoe pelatih macan kemayoran periode 70'an yang melatih Persija pada usia 31 tahun. Sinyo pantas bangga di bawah arahannya Persija hampir meraup seluruh gelar, mulai juara Liga, piala Suratin, hingga PON 1972 dan 1977, cuma piala presiden Soeharto yang lepas, pada final 1972 mereka kalah 1-2 dari PSMS medan.

Memang Persija selalu kesulitan pada perode itu setiap ketemu PSMS medan, Persija yang mengandalkan skill suka kesulitan menghadapi gaya main keras PSMS medan yg terkenal dengan rap rap nya itu. agaknya piala presiden Soeharto bukan keberuntungan Persija, pasalnya pada tahun 1974 dan 1976 Persija juga gagal di final.


SKILL MENONJOL

Pada generasi itu tiap pemain punya kelebihan individu, Sucipto Soentoro punya tendangan yang keras, saking kerasnya kiper muda Sudarno jeri untuk menahannya. Striker Waskito terkenal dengan sprint, Risdianto terkenal dengan kecerdikannya di lini depan. Ia mampu mencetak gol dalam posisi-posisi sulit. Oyong Liza dan Suaeb Rizal di kenal sebagai tembok kokoh Persija dan TimNas yang sulit di tembus, sementara Junaidi Abdilah di kenal sebagai otak serangan Persija dan TimNas dengan skill olah bolanya yang mumpuni.

Roni Patinasarany dianggap pemain yang komplet yang pernah di miliki Persija dan TimNas. Puncak ketenaran Persija terjadi ketika Alm. Iswadi Idris yang kala itu kapten Persija dan TimNas di kontrak salah satu klub profesional di liga Australia asal Sydney yaitu Western Suburb, klub liga australia ini tertarik pada iswadi saat ia tampil mengesankan pd pra piala dunia 1974, yang kala itu kita hampir saja lolos ke Piala Dunia kalau saja kita tidak kalah adu pinalti dari Korea Selatan. Yang lebih membanggakan lagi semua pemain yang bermain di TimNas kala itu berasal dari Persija, sampai-sampai cadangannya Persija di panggil ke TimNas kala itu.

"Meski saya bermain di luar tapi untuk TmNas Saya pasti datang" ujar kapten Persija dan TimNas yang terkenal tempramental ini. Yang juga di kenang dari alm. bang Iswadi Idris itu kala di final liga Indonesia ketika Persija ketemu PSMS Medan, bang Is memukul Nobon kapten PSMS hingga Nobon terjatuh dan berdarah, bang Is kesal karena Nobon yang juga rekannya di TimNas mengasarinya sepanjang pertandingan.

Ada juga kejadian yang di kenang dari pemain berdarah Betawi dan Aceh ini, anak Betawi Manggarai ini pernah melorotkan celananya ke arah penonton ketika Persija melawan Persib di Bandung, Ia kesal karena selama pertandingan Persija dapat cemooh dan timpukan di Bandung. Ya, dari dulu rivalitas Persija dengan Persib memang sudah panas.

Pada periode 70'an pemain-pemain Persija juga sangat di kenal oleh masyarakat Jakarta, terlebih pemain-pemain Persija cukup modis, dandanan rambut panjang kribo yang lagi ngetren di dekade 70'an menjadi model. Restoran Hotel Indonesia yang megah pada masa itu jadi tempat ngumpul-ngumpul pemain Persija pada masa itu.

Persija selalu menjadi tim besar dan akan selalu menjadi tim besar dan kami bangga menjadi suporter Persija Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar